great., now time for make other people know the sciense.,

rasuhraldo

“SETIAP HARI ADALAH MAHAKARYA “

“sering kali perubahan diri lebih dibutuhkan daripada perubahan keadaan”

_ARTHUR CHRISTOPHER BENSON_

 

Tidak pernah terpikir aku akan kembali ke rumah orangtuaku setelah lulus dari sekolah tinggi. Malah sebenarnya selama melanjutkan kuliah, aku mengatakan pada diri sendiri bahwa pindah dari budaya metro politan Los Angeles yang menarik untuk kembali keruang tidur masa kanak-kanakku yang membuat mengantuk disebuah kota pantai yang kecil tempat aku dibesarkan bukanlah pilihan.

 

Jadi, aku mengajukan beasiswa untuk pergi keluar negeri. Aku meluangkan berjam-jam untuk mengurus pendaftaran__mengumpulkan kembali esai-esaiku,surat-surat rekomendasi, mempelajari berbagai program, berlatih wawancara. Aku berhasil mencapai tahap akhir program beasiswa yang bergengsi, tetapi pada akhirnya aku tidak mendapatkan satupun diantaranya.

 

Menolak untuk berkubang didalam kekecewaanku, aku melamar diberbagai universitas penjuru negeri. Empat bulan kemudian, kotak suratku dipenuhi dengan surat penolakan.

 

Saat itu sudah bulan April. Aku hanya punya satu bulan sebelum kelulusan college akan menceburkan diriku ke…

View original post 752 more words

Chicken Soup for the Soul ( THINK POSITIVE)

“SETIAP HARI ADALAH MAHAKARYA “

“sering kali perubahan diri lebih dibutuhkan daripada perubahan keadaan”

_ARTHUR CHRISTOPHER BENSON_

 

Tidak pernah terpikir aku akan kembali ke rumah orangtuaku setelah lulus dari sekolah tinggi. Malah sebenarnya selama melanjutkan kuliah, aku mengatakan pada diri sendiri bahwa pindah dari budaya metro politan Los Angeles yang menarik untuk kembali keruang tidur masa kanak-kanakku yang membuat mengantuk disebuah kota pantai yang kecil tempat aku dibesarkan bukanlah pilihan.

 

Jadi, aku mengajukan beasiswa untuk pergi keluar negeri. Aku meluangkan berjam-jam untuk mengurus pendaftaran__mengumpulkan kembali esai-esaiku,surat-surat rekomendasi, mempelajari berbagai program, berlatih wawancara. Aku berhasil mencapai tahap akhir program beasiswa yang bergengsi, tetapi pada akhirnya aku tidak mendapatkan satupun diantaranya.

 

Menolak untuk berkubang didalam kekecewaanku, aku melamar diberbagai universitas penjuru negeri. Empat bulan kemudian, kotak suratku dipenuhi dengan surat penolakan.

 

Saat itu sudah bulan April. Aku hanya punya satu bulan sebelum kelulusan college akan menceburkan diriku ke dunia nyata. Aku membuka internet dan mencari pekerjaan di Bay Area, tempat pacar jarak jauhku masih akan kuliah satu tahun lagi di San Francisco State. Aku pikir aku bisa mendapatkan pekerjaan disana, tinggal dekat dengannya, dan menikmati rangsangan kreatif dari sebuah kota yang baru.

 

Kemudian berminggu-minggu setelah kelulusan, hubungan kami putus. Teman-teman sekolahku telah terpencar kemana-mana. Aku mengemas barang-barangku kedalam mobil orangtuaku dan pindah kembali kerumah, merasa seperti orang yang gagal total.

 

Jangan salah. Aku memuja orangtuaku, dan aku mengerti betapa murah hatinya mereka untuk menerimaku kembali dirumah dan menata diri. Ketika aku pergi untuk memasuki college, mungkin mereka mempunyai keyakinan yang sama dengan diriku, bahwa aku keluar dari rumah untuk selamanya. Tetapi bukannya bersyukur , aku hanya bisa fokus pada perasaan gagalku. Aku memiliki ijazah college yang bergengsi, tetapi aku disini, kembali ke titik dimana aku memulai empat tahun yang lalu. Aku sedih karena putus dengan pacarku. Aku merindukan teman-teman sekolahku. Aku merasa semua orang, kecuali diriku, ada diluar sana, melakukan hal-hal yang menyenangkan dan bermakna.

 

Setelah beberapa hari berduka, aku menemukan sebuah kutipan yang populer : “Jadikan setiap hari sebagai mahakaryamu”. Aku sadar bahwa aku tidak perlu tingggal sesorang diri disebuah kota baru yang menyenangkan untuk menjadikan hari-hariku sebagai mahakarya. Aku bisa memulai saat itu juga. Aku merekat kata-kata itu dicermin kamar mandi. Aku mengetiknya sebagai llatar belakang ponsel. Aku menambahkannya dibawah tanda tangan e-mail. “Jadikan setiap hari sebagai mahakaryamu” telah menjadi semboyan pribadiku.

 

Seperti apakah hari mahakarya itu ? . Aku merenungkan pertanyaan ini. Bagiku sebuah hari yang sungguh-sungguh mahakarya akan melibatkan waktu bersama orang-orang yang aku kasihi, waktu untuk olahraga dan merawat diri, waktu yang disumbangkan untuk menolong orang lain dan waktu yang disumbangkan untuk gairah menulisku.

 

Aku menggunakan kesadaran ini untuk menyusun hari-hariku. Aku menggeser cara pikirku dan mulai melihat keberadaanku dirumah sebagai hadiah dimana aku bisa menhabiskan banyak waktu bersama orangtuaku. Perankku didalam rumah tangga ini tidak lagi terasa sebagai anak , orangtuaku memperlakukanku sebagai orang yang sudah dewasa, dan relasi kami berkembang menjadi relasi yang saling menghargai dan mempertimbangkan. Hampir setiap hari aku mengunjungi kakekku, yang juga tinggall dikota yang sama, dan menyerap cerita-ceritanya. Aku menjalin kontak kembali dengan beberapa teman SMA dengan siapa aku telah mmenjauh selama beberapa tahun terakhir.

 

Selama kuliah sering kali aku terlihat sibuk atau terlalu stres untuk memasak makanan sehat atau berolahraga. Sekarang ketika aku berfokus menjadikan setiap hari sebagai mahakarya, aku meluangkan waktu untuk merawat kesehatanku. Aku mulai bangun pagi dan berlari ditaman dekat rumah. Aku mengunjungi kios pertanian setempat dan membeli lebih banyak buah dan sayuran, aku mencari resep-resep makanan sehat diinternet. Dalam dua minggu, aku merasa lebih kuat dan lebih bertenaga dibandingkan tahun-tahun sebelumnya. Latihan pagiku menjadi waktu yang sangat berharga untuk berpikir dan sangat bersentuhan dengan kedalaman diriku.

 

Aku mennjadi relawan diisekolah, mengajar latihan menulis dan membimbing anak-anak untuk membaca. Aku meluangkan waktu dirumah perawatan lansia, mengunjungi penghuninya, Aku mengadakan kontak dengan pusat relawan dikotaku dan terlibat dalam kegiatan pembersihan pantai dan acara-acara penggalangan dana.

 

Dan aku mulai menulis selama dua jam setiap hari. Aku ingin memiliki karier sebagai penulis, tetapi selama masa kuliah jadwal menulisku sangat kacau__ dua puluh menit pada beberapa hari, nol menit selama berminggu-minggu, kemudian menghabiskan seluruh akhir minggu meringkuk dikamar laptopku.

 

Membangun rutinitas menulis telah membantuku untuk lebih mudah memasuki modus menulis. Kadang-kadang kata-kata mengalir dengan mudah. Kadang-kadang aku menghabiskan sebagian besar dua jam dengan memandang keluar jendela dan mencoret-coret kata yang tidak jelas. Tetapi halaman tulisanku mulai menebal. Aku menulis artikel, esai, cerita pendek. Aku bahkan memulai sebuah novel!

 

Beberapa hari tidaklah seseimbang beberapa hari lainnya. Tugas dan masalah bermunculan tidak terduga; tidak setiap hari berjalan sesuai rencana. Tetapi saat aku berbaring ditempat tidur dan setiap malam, merenungkan hari, aku merasakan perasaan puas yang mendalam dan bangga pada diriku. Aku pikir kata-kata klise itu memang benar, “segala sesuatu terjadi untuk alasan tertentu”. Sekarang aku bisa melihat bahwa pulang kerumah setelah lulus collage adalah hal terbaik yang bisa kulakukan. Sekarang saat aku bersiap untuk berangkat ke universitas dalam beberapa bulan mendatang, aku merasa lebih fokus,bugar, dan bahagia dengan diriku.

 

Aku bukan orang gagal__ juga tidak pernah menjadi orang gagal. Sekarang aku menyadari bahwa lebih dari segala yang lain, cara pikir negatifkulah yang telah menghalangiku. “Sukses”-ku tidak tergantung pada apa yang dipikirkan oleh orang lain atau apa yang dilakukan oleh teman-temanku atau apa yang menurutku “seharusnya” aku lakukan. Hidupku adalah sebuah kesuksesan ketika aku menjalani semboyanku dan menjadikan setiap hari sebagai mahakarya.

 

 

Dallas Woodburn